MINERS : Kalimantan dan Sumatera, Pilar Batu Bara Indonesia
Kalimantan dan Sumatera menjadi dua wilayah utama penghasil batu bara terbesar di Indonesia, yang memiliki cadangan melimpah dan kualitas yang diakui dunia. Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia memiliki cadangan batu bara sebesar 31,7 miliar ton pada tahun 2023, dengan mayoritas tersebar di Kalimantan (62%) dan Sumatera (38%). Kalimantan Timur, sebagai provinsi penghasil terbesar, menyumbang lebih dari 50% dari total produksi nasional, sementara Sumatera Selatan menjadi wilayah kunci di Sumatera dengan kontribusi sekitar 13%.
Pulau Kalimantan menjadi rumah bagi tambang-tambang besar seperti di Sangatta, Berau, dan Samarinda, yang dikelola oleh perusahaan-perusahaan tambang utama seperti PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Adaro Energy. Pada tahun 2023, Kalimantan Timur mencatat produksi batu bara sebesar 270 juta ton, yang sebagian besar diekspor ke negara-negara seperti Tiongkok, India, dan Jepang. Sementara itu, Sumatera Selatan, yang didominasi tambang di Tanjung Enim dan Muara Enim, menyumbang 85 juta ton, dengan fokus pada kebutuhan energi domestik melalui PLTU.
Batu bara menjadi salah satu komoditas ekspor unggulan Indonesia, dengan nilai ekspor mencapai USD 43,2 miliar pada tahun 2023. Sumber daya ini tidak hanya memberikan kontribusi besar terhadap devisa negara, tetapi juga menjadi tumpuan bagi pendapatan daerah penghasil. Sebagai contoh, Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan mencatat peningkatan signifikan pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pertambangan, yang digunakan untuk mendukung pembangunan infrastruktur dan layanan masyarakat.
Namun, pesatnya aktivitas pertambangan juga menimbulkan tantangan besar, terutama terkait dampak lingkungan. Kerusakan lahan, pencemaran air, serta ancaman terhadap keanekaragaman hayati menjadi isu yang kerap muncul di daerah penghasil batu bara. Laporan dari WALHI pada tahun 2023 mencatat bahwa lebih dari 5.000 hektar lahan di Kalimantan Timur telah rusak akibat tambang batu bara yang belum direklamasi. Sumatera Selatan juga menghadapi masalah serupa, dengan meningkatnya konflik lahan antara masyarakat lokal dan perusahaan tambang.
Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah terus mendorong penerapan tambang berkelanjutan melalui regulasi ketat, seperti kewajiban reklamasi lahan dan peningkatan penggunaan teknologi ramah lingkungan. Perusahaan tambang besar, seperti PT KPC dan PT Bukit Asam, telah mulai mengintegrasikan langkah-langkah keberlanjutan dalam operasi mereka, termasuk penggunaan energi terbarukan dan pengelolaan limbah. Dengan pengelolaan yang baik, Kalimantan dan Sumatera dapat terus menjadi pilar utama sektor batu bara Indonesia, sekaligus memastikan keseimbangan antara manfaat ekonomi dan pelestarian lingkungan.